Analisis Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Cerpen ‘Beras Aking’ Karya Ayu Pangestu
Dalam postingan ini dibahas dan diulas unsur intrinsik hingga tokoh dan penokohan. Untuk unsur yang lain silahkan klik postingan lebih baru.
Unsur-unsur intrinsik cerpen meliputi tema, alur atau plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan amanat.
Adapun unsur-unsur intrinsik tersebut akan dibahas secara detail dalam tulisan di bawah ini.
A. Unsur Intrinsik Tema Cerpen Beras Aking
Tema cerpen Beras Aking adalah pengorbanan.
Pengorbanan dari tokoh aku yang bernama Wahyu. Tokoh ini rela menjadi pedagang beras aking meskipun seorang sarjana. Dengan gelarnya sebagai sarjana komunikasi, orang tuanya berharap dia mendapat pekerjaan yang lebih layak. Tetapi dengan tekat membantu orang miskin, tokoh aku rela mengorbankan gengsinya.
“Memang, Pak. Saya naroh di agen Rp.1.200, dijual Rp.1.500. Bayar nasi aking dua ratus lima puluh rupiah. Ongkos transport, tiga ratus lima puluh rupiah. Bayar asisten, tiga ratus rupiah, belum ongkos cuci, dan lain-lain dua ratus lima puluh rupiah. Ya.. untungnya dua ratus lah, itu dari perliternya. Tapi niat saya nolong, Pak.”
Selain itu, pengorbanan juga tampak dari orang tua Wahyu yang bekerja keras untuk membiayainya ketika kuliah. Orang tuanya bahkan rela menjual ternaknya untuk membiayai Wahyu ketika kuliah di Jakarta.
“Bapak menyekolahkan kamu jauh-jauh, mahal, dengan usaha mati-matian, sampai ngutang, supaya kamu bisa dapat kerja yang mapan,” ujar bapak saat aku baru saja lulus dan baru satu bulan menjalankan usahaku.
Dari dua data dan bukti di atas, dapat menguatkan hasil analisis bahwa tema cerpen Beras Aking adalah pengorbanan.
B. Unsur Intrinsik Tokoh dan Penokohan dalam Cerpen Beras Aking
Tokoh utama dalam Cerpen Beras Aking adalah tokoh aku yang bernama Wahyu. Wahyu merupakan tokoh yang menjadi pusat pengisahan sejak awal hingga akhir cerita.
Penjelasan lebih lengkap mengenai tokoh dan penokohan akan dipaparkan di bawah ini.
Tokoh Aku: Wahyu
Adalah seorang pemuda yang baru lulus dan mendapatkan gelar sarjana. Wahyu sarjana komunikasi yang menjalani profesi sebagai pedagang beras aking. Memiliki sifat peduli, ulet, dan rela berkorban.
Bukti bahwa Wahyu bersifat ulet digambarkan dalam cerita bahwa dia bekerja dari siang hingga sore hari. Tidak kenal lelah untuk mencari rejeki yang disebutnya tidak seberapa.
Aku mulai memburu nasi aking mulai pukul tujuh pagi selepas Dhuha. Mobil pick-up milik abah peninggalan dari kakek, aku gunakan untuk melancarkan usahaku. Targetku adalah pedagang makanan yang biasa mangkal di Pasar Rawu, Pasar Lama, Pasar Ciruas, beberapa kantin di kampus –kampus Serang, warung makan, dan ruma makan Padang. Aku bayar meraka tiga ratus rupiah untuk satu ember nasi aking yang aku dapatkan.
Senja aku pulang, dan segera merendam nasi aking itu dalam baskom besar, emak sudah menyiapkan sebelum aku datang. Esok paginya, barunasi aking di pisahkan dari lauk-pauknya
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Wahyu selalu bekerja keras dari pagi hingga sore hari, bahkan keesokan harinya dia langsung bekerja lagi.
Sifat rela berkorbannya wahyu tampak pada kesediaannya menjadi pedagang beras aking karena merasa peduli terhadap orang-orang miskin. Orang miskin tidak mampu membeli beras, hanya mampu membeli beras aking sisa orang yang tidak dimakan. Wahyu menjadi pedagang beras akingagar orang miskin juga bisa makan.
....................................................................................................................... Dan sebetulnya niatku membuka usaha beras akingku ini selain melihat kondisi rakyat miskin yang kelaparan............................................................
Kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh aku (Wahyu) memiliki kesedian berkorban untuk orang miskin.
Abah
Dalam cerpen Beras Aking tokoh abah digambarkan sebagai tokoh pekerja keras yang memiliki semangat dan rasa cinta kepada anaknya yang tinggi. Wujud rasa cinta abah kepada anaknya (Wahyu) dengan rela bekerja keras demi anaknya mendapatkan pendidikan yang tinggi.
“Bapak menyekolahkan kamu jauh-jauh, mahal, dengan usaha mati-matian, sampai ngutang, supaya kamu bisa dapat kerja yang mapan,” ujar bapak saat aku baru saja lulus dan baru satu bulan menjalankan usahaku.
Tokoh Abah merpakan tokoh antagonis yang bertentangan dengan tokoh aku yang ingin berkorban kepada orang miskin dengan menjadi penjual nasi aking untuk membantu orang miskin.
Ibu
Tokoh ibu tidak memiliki peran yang signifikan dalam cerpen Beras Aking ini. Dikisahkan bahwa tokoh ibu juga rela berkorban dan membantu anaknya dalam kegiatan bisnisnya.
Pagi ini, untuk pertama kalinya kau merasakan beras aking. Ibu yang memasaknya.
“Mudah kok Yu masaknya. Nasi cukup direndam hingga mekar. Ditiriskan, terus dikukus.”
Ya memang mudah, nasi itu enak dimakan saat masih hangat di tambah lagi dengan sambal dan ikan sain layur.
Tokoh lain yang ada dalam cerpen Beras Aking adalah Gasrun dan Sholeh. Keduanya merupakan pemuda kampung yang dipekerjakan oleh Wahyu. Mereka berdua bekerja membantu Wahyu mengumpulkan, mengolah, dan menjual kembali beras aking.
Untuk pendistribusian, aku ajak dua pemuda masjid di kampung (Girun dan Sholeh) yang selama ini bekerja serabutan dan banyak menganggur.
Juga ada tokoh adik kembar Wahyu yang juga orang-orang pekerja keras. Nama tokoh tersebut adalah Asih dan Esih.
Ibu dan dua adik kembarku Asih dan Esih yang masih duduk dibangku kelas 2 SMU, ikut serta membantu usahaku.
Berdasarkan gaya penceritaan penggambaran karakter tokoh, pengarang menggunakan teknik dramatik. Kegigihan tokoh aku digambarkan melalui tindakannya yang selalu bekerja keras dari pagi hingga sore hari.
Silahkan lanjutkan membaca postingan berikutnya untuk mengetahui hasil analisis-unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen Berasa Aking yang lebih lengkap.